Kebidanan Is My Life
Sebuah blog yang saya persembahkan untuk dunia yang saya cintai, yakni dunia kesehatan secara umum dan kebidanan secara khusus.
Minggu, 25 Mei 2014
Minggu, 23 Maret 2014
Obat Anti Konvulsi dan Anti Histamin
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada kondisi normal
sinyal-sinyal elektrik yang berjalan di sepanjang sel-sel syaraf di otak secara
normal terkoordinir dengan baik dalam menghasilkan gerakan-gerakan tertentu.
Pada keadaan tertentu sinyal-sinyal elektrik
tersebut dapat secara tiba-tiba melonjak dan tak terkontrol lagi
sehingga muncul gerakan-gerakan ritmis yang tak terkendali bahkan hingga kejang
(konvulsi).
Penyebab terbesar
terjadinya kejang adalah suatu penyakit yang dinamakan EPILEPSI. Dikatakan
EPILEPSI bila kejang terjadi secara berkala dan dalam jangka waktu yang lama.
Sekitar 20 – 40 juta orang menderita epilepsi, umumnya dialami oleh anak-anak
sebelum masa pubertas
Epilepsi (Yunani =
Serangan tiba-tiba),Hughlings Jackson, adalah penemu pertama yang
mendefinisikan konsep modern tentang epilepsi sejak lebih dari 100 tahun yang
lalu. Ia mendefinisikan epilepsi sebagai suatu eposode gangguan sistem syaraf
dimana terjadi kenaikan yang tiba-tiba pada potensial listrik di sekelompok
neuron di otak.
Definisi saat ini
“Gangguan syaraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala akibat aksi serentak
dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel syaraf di otak . Aksi ini disertai
dengan pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron”.Serangan kejang (konvulsi)
pada penderita epilepsi dapat dipicu oleh keadaan hipoglikemi, eclamsia,
meningitis, encefalitis, trauma otak, atau adanya tumor di otak. Beberapa obat
seperti klorpromazin, alkohol, dan MAO inhibitor dilaporkan juga memiliki ESO
demikian. Obat-obat antikonvulsi bekerja menstabilkan sinyal-sinyal listrik di
otak.
Sedangakan obat antihistamin, pada umumnya antihistamin yang beredar di
Indonesia mempunyai spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti
antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker.
Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat
obat AH1 klasik akan menimbulkan efek samping,mengantuk, kadang-kadang timbul
rasa gelisah, gugup dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering
menghambat aktivitas sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat
antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang.Dekade ini muncul antihistamin
baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi,
yang memberikan harapan cerah.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengertian
obat anti konvulsi.
2.
Untuk mengetahui mekanisme
kerja obat anti konvulsi.
3.
Untuk mengetahui efek
samping obat anti konvulsi dan cara mengatasinya.
4.
Untuk mengetahui contoh obat
anti konvulsi.
5.
Untuk mengetahui manfaat
dari antihistamin serta macam-macam antihistamin yang digunakan untuk mengatasi
penyakit alergi dan juga untuk mengetahui efek samping yang ditimbulkan oleh
obat antihistamin supaya antihistamin tidak disalahgunakan.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian obat
anti konvulsi ?
2. Bagaimana mekanisme
kerja obat anti konvulsi ?
3. Bagaimana efek
samping obat anti konvulsi dan cara mengatasinya ?
4. Apa contoh obat anti konvulsi
5.
Apa pengertian obat antihistamin ?
6.
Bagaimanakan mekanisme kerja dan efek samping dari pemberian obat
antihistamin ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anti Konvulsi
Anti Konvulsi merupakan
golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus- kasus kejang
karena Epileptik. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan ANTI EPILEPSI, sebab
obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama
umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul
spontan dengan episode singkat (disebut Bangkitan atau Seizure), dengan gejala
utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang
(Konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu
disertai gambaran letupan EEG obsormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat
dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksimal.
2.2 MEKANISME KERJA
Terdapat
dua mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :
- Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi.
- Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Mekanisme kerja
antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi
diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang
mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja
berbagai antiepilepsi.
2.3 EFEK SAMPING DAN CARA
MENGATASINYA
Efek
samping obat anti konvulsi:
a.
Jumlah sel darah putih &
sel darah merah berkurang
b.
Tenang
c.
Ruam kulit
d.
Pembengkakan gusi
e.
Penambahan berat badan,
rambut rontok
Cara
Mengatasi efek samping obat Anti konvulsi:
1.
Hindarkan benturan kepala
atau bagian tubuh lain dari benda keras, tajam atau panas.
2.
Longgarakan pakaian, bila
mungkin miringkan kepala kesamping untuk mencegah sumbatan jalan nafas.
3.
Biarkan kejang berlangsung,
jangan memasukkan benda keras diantara gigi karena dapat mengakibatkan gigi
patah.
4.
Biarkan istirahat setelah
kejang, karena penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang.
5.
Laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy (
penting untuk pemberian pengobatan dari dokter ).
6.
Bila serangan berulang dalam
waktu singkat atau mengalami luka berat, segera larikan ke rumah sakit.
2.4 CONTOH OBAT
Beberapa
Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi.
a.
Golongan Hsidantoin
Pada golongan ini
terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin dan etotoin, dari ketiga jenis itu
yang tersering digunakan adalan Fenitoin dan digunakan untuk semua jenis
bangkitan, kecuali bangkitan Lena.Fenitoin merupakan antikonvulsi tanpa efek
depresi umum SSP, sifat antikonvulsinya penghambatan penjalaran rangsang dari
focus ke bagian lain di otak.
b.
Golongan Barbiturat
Golongan obat ini
sebagai hipnotik- sedative dan efektif sebagai antikonvulsi, yang sering
digunakan adalah barbiturate kerja lama ( Long Acting Barbiturates ).Jenis obat
golongan ini antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat
menekan letupan di focus epilepsy.
c.
Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis
obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek memperkuat depresi
pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan dihambat , trimetadion juga
dalam sediaan oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusikan ke
berbagai cairan tubuh.
d.
Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan
di klinik adalah jenis etosuksimid dan fensuksimid yang mempunyai efek sama
dengan trimetadion. Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran cerna,
distribusi lengkap keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor sama dengan kadar
plasma. Etosuksimid merupakan obat pilihan untuk bangkitan lena.
e.
Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif
terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik dan merupakan
obat pilihan pertama di Amerika Serikat untuk mengatasi semua bangkitan kecuali
lena. Karbamazepin
merupakan efek analgesic selektif terutama pada kasus neuropati dan tabes
dorsalis, namun mempunyai efek samping bila digunakan dalam jangka lama, yaitu
pusing, vertigo, ataksia, dan diplopia.
f.
Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya
adalah diazepam, disamping senagai anti konvulsi juga mempunyai efek
antiensietas dan merupakan obat pilihan untuk status epileptikus.
Berikut adalah obat antikonvulsi :
v Alpentin
Komposisi :
300 mg
Indikasi :
kejang parsial , kejang yang tidak dapat dikendalikan
Efek samping : pusing, lelah, ataksia, sakit
kepala, mual, muntah
Dosis
: dewasa dan anak > 12
tahun : sehari 900 mg-1800 mg
Kemasan :
Dus 5x20 : 3x10 Rp. 330.000,00
v Bamgetol
Komposisi :
200 mg
Indikasi :
epilepsy, neuralgia terminal, neuralgia glosofaringeal
Efek samping : setelah 7-14 hari hilangnya
nafsu makan, mulut kering, sakit kepala, terkadang timbul reaksi alergi
Dosis
: dewasa sehari 2 x 200 mg
Kemasan :
Dus 1x10 kapl Rp 160.000,-
v Dilantin
Komposisi :
100 mg
Indikasi :
grand mal, parsial kompleks
Efek samping : nistagmus, ataksia, pusing,
sakit kepala, gangguan pencernaan
Dosis :
anak 5mg/hari, anak>6th dan remaja 300mg/hari, dws 3x100 mg/hari
Kemasan :
botol 100kap 100mg Rp 287.775,00
v Galepsi
Komposisi :300 mg
Indikasi : epilepsi, nyeri
neuropatik
Dosis : dewasa dan
anak > 12 tahun sehari 900-1800 mg
Diberikan dalam 3 dosis terbagi :
Hari 1 : sehari 1x300 mg
Hari 2 : sehari 2x300 mg
Hari 3
: sehari 3x300 mg
Efek samping : pusing, ataksia, kelelahan,sakit
kepala
Kemasan : Dus 3x10
v Riklona
Komposisi : 2 mg
Indikasi : obat epilepsy
Dosis : dosis awal < 10th(bb
sampai 30kg) : 0,01-0,03 mg/hari
Dewasa : sehari 1-2 mg
Efek samping : mengantuk, letih, pusing, kepala
terasa ringan.
Kemasan : Dus 10x10 tab Rp
400.000,-
v Prolepsi
Komposisi : Oskarbazepin 300mg
Indikasi : Pengobatan serangan
parsial
Dosis : dosis disesuaikan
dengan kebutuhan pasien secara
Individu
Dewasa : dosis awal sehari 300 mg
Epilepsy berat dosis awal : 300mg
Anak anak (>5thn) : 10 mg/hari
Efek samping : letih, pusing, mengantuk, sakit
kepala, gemetar
Kemasan : Dus 5x10 tab 300mg Rp.
325.000,00
Dus 5x60 Rp. 625.000,00
v Sibital
Komposisi : 10 mg
Indikasi : penderita alergi,
epilepsy
Dosis : dewasa 100-325 mg
Anak anak 1-3 mg diberikan secara perlahan
sampai
Kejang
berhenti
Efek samping :mengantuk,
fertigo, kegelisahan
Kemasan : dus 10x2 ml Rp. 54.000,00
v Temporol
Komposisi :200 mg
Indikasi : epilepsi, psikomotor
Dosis : dewasa sehari 2x ½
- 1 tablet, anak 6-12 tahun 10-20 mg
Efek samping : pusing, lelah, mengantuk, mual
Kemasan : 10x10 tab
2.5 ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah
obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh
melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek
antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan
atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak
dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan
menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang
dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn dan
Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma,
walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga
saat ini.
2.5.1 MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN
1.
Antihistamin (AH1) non
sedatif
a.
Terfenidin
Merupakan suatu derivat
piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai
kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan
lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke
berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine
(40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan
bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b.
Astemizol
Merupakan derivat
piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia.
Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1
jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari.
Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di
distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat
lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan
alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam
urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c.
Mequitazin
Merupakan suatu derivat
fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral,
kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam,
Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10
mg 1 X sehari (malam hari).
d.
Loratadin
Merupakan suatu derivat azatadin,
struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja
obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam
pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah
panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg
satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu
yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh.
Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif secara
farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan
cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu.
Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang
dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2.
Terdapat beberapa jenis
antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor
histamin.
a.
Antagonis Reseptor Histamin
H1
Secara klinis digunakan
untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina,
desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek
samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
b.
Antagonis Reseptor Histamin
H2
Reseptor histamin H2
ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam
lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan
untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh
obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan
lafutidina.
c.
Antagonis Reseptor Histamin
H3
Antagonis H3 memiliki
khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya
sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh
obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d.
Antagonis Reseptor Histamin
H4
Memiliki khasiat
imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik.
Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya
juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan
trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan
sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain
seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan
cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
2.5.2 MEKANISME KERJA
ANTIHISTAMIN
Antihistamin bekerja
dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal, iritasi
saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini
ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang
paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan
klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat). Antihistamin
menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin,
produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki
sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan
penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa
fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
1.
Antihistamin H1
Meniadakan secara
kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek antihistamin,
hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik lokal.
2.
Antihistamin H2
Bekerja tidak pada
reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin sehinnga memperkecil
pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum pelepasan
histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya sama denfan AH
1.
2.5.3 EFEK SAMPING ANTIHISTAMIN
Promethazine,
antihistamin jenis fenotiazin yang digunakan secara luas karena sifat antimuntah dan penenang yang dimilikinya,
telah dilaporkan menyebabkan agitasi, halusinasi, kejang, reaksi distonik,
sudden infant death syndrome, dan henti napas. Efek samping ini umumnya lebih
berat dan signifikan pada bayi, sehingga pabrik pembuatnya memperingatkan agar
tidak diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun. Namun, efektivitas
promethazine sebagai sedatif (penenang) dapat disalah gunakan
oleh orang tua untuk menangani anak yang berteriak-teriak. Antihistamin
generasi kedua mempunyai efek samping antikolinergik lebih sedikit dan dianggap
tidak menimbulkan efek sedatif pada anak dalam dosis terapi.
Efek sedasi, dari hasil
penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 2x50 mg dengan loratadine
dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi difenhidramin lebih
besar dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak mempengaruhi kemampuan
mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan produktifitas kerja. Juga
loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman secara efektif dan
absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang panjang, sehingga
cukup diberikan sekali dalam sehari.
Gangguan psikomotor
yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi psikomotor, merupakan
masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang menggunakan antihistamin. Efek
samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan dengan resiko fisik seperti
mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan pekerjaan tangan. Gangguan
fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari terjadinya sedasi (rasa
mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa loratadin tidak
mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek alkohol.
Gangguan kognitif
adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi atau ketrampilan di
tempat bekerja. Dari hasil penelitian memperlihatkan antihistamin generasi
pertama terutama difenhidramin menyebabkan gangguan kemampuan belajar,
konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan loratadin meniadakan
efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan belajar. Dengan
menggunakan loratadin tampaknya memperbaiki kemampuan belajar anak, penderita
rhinitis alergi.
Efek kardiotoksisitas,
antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman, tetapi sejak akhir
tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang digunakan dengan
dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien yang menggunakan
mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas). Namun dari hasil
penelitian, loratadin merupakan antihistamin yang tidak berhubungan dari
serangan kardiovaskuler yang membahayakan jiwa itu.
Untuk pasien yang aktif
bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan antihistamin, karena beberapa
antihistamin memiliki efek samping sedasi (mengantuk), gangguan psikomotor,dan gangguan
kognitif. Akibatnya bila digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan
tingkat kewaspadaan tinggi sangat berbahaya.Untuk itu pasien yang aktif bekerja
sebaiknya gunakan antihistamin yang aman dan efektif seperti loratadin, sudah
terbukti tidak menimbulkan sedasi, tidak mengakibatkan terganggunya fungsi
psikomotor dan fungsi kognitif. Juga terbukti aman tidak menyebabkan
kardiotoksisitas dan efektif karena cukup diminum 1x sehari, karena memiliki
masa kerja yang panjang serta diabsorbsi secara cepat.
Antihistamin
Generasi Pertama:
·
Alergi – fotosensitivitas,
shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
·
Kardiovaskular – hipotensi
postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis vena pada sisi injeksi (IV
prometazin)
·
Sistem Saraf Pusat –
drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue, bingung, reaksi
extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi
·
Gastrointestinal –
epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
·
Respiratori – dada sesak,
wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning (nasal spray)
Antihistamin
Generasi Kedua Dan Ketiga:
·
Alergi – fotosensitivitas,
shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
·
SSP* – mengantuk/
drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
·
Respiratori** – mulut kering
·
Gastrointestinal** – nausea,
vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)
Contoh obat antihistamin generasi I :
CTM
Komposisi :
mengandung chlorpheniramine maleate
Indikasi : bersin, gatal,mata berair
Kontraindikasi : pasien dengan riwayat persensiatif
Dosis : kondisi alergi 4mg tiap
4-6 jam
Dosis maximal : 24mg/hari
Prometazine
Komposisi : Per 5ml karbosistein
100mg,prometazin HCl 2,5mg
Indikasi : bayi berusia kurang dari
1tahun
Efek samping : mengantuk
Kemasan : sirup 100 ml
Dosis : ana usia > 5 tahun 2-8
sendok
Difendidramin
Efek
samping : pusing,
mengantuk, mulut kering
Kontra indikasi : Hipersensitif
pada difenhidramin, asma akut dan tidak boleh untuk neonates.
Aturan
Pemakaian
ANAK-ANAK:
Oral, i.m, i.v:
Reaksi alergi : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/m2/hari dalam dosis
terbagi tiap 6-8 jam, tidak lebih dari 300 mg/hari
Alergi rhinitis ringan dan
mabuk perjalanan:
Usia
2 sampai <6 tahun : 6,25 mg tiap 4-6 jam; maksimal 37,5 mg/hari
Usia
6 sampai <12 tahun : 12,5-25 mg tiap 4-6 jam; maksimal 150 mg/hari
Usia
≥ 12 tahun : 25-50 mg tiap 4-6 jam; maksimal 300 mg/hari
Membantu tidur dimalam hari: diminum 30 menit sebelum tidur
Usia 2 sampai <12 tahun : 1 mg/kg/dosis tiap 4 jam;
maksimal 50 mg/hari
Usia ≥ 12 tahun : 50mg
Oral
sebagai antitusif
Usia 2 sampai <6 tahun : 6,25 mg tiap 4 jam; maksimal 37,5
mg/hari
Usia 6 sampai <12 tahun : 12,5-25 mg tiap 4 jam; maksimal 75
mg/hari
Usia ≥ 12 tahun : 25 mg tiap 4 jam; maksimal 150 mg/hari
Pemberian
secara i.m dan i.v: perawatan reaksi dystonic
0,5-1 mg/kg/dosis
DEWASA:
Oral : 25-50 mg tiap 6-8 jam
§
Alergi rhinitis ringan
dan mabuk perjalanan: 25-50 mg tiap 4-6 jam; maksimal 300 mg/hari
§
Membantu tidur dimalam
hari: 50 mg sebelum tidur
Pemberian secara i.m dan i.v: 10-50 mg dosis tunggal tiap 2-4 jam,
tidak lebih dari 400 mg/hari
Reaksi dystonic : 50
mg dosis tunggal, ulang setelah 20-30 menit jika perlu
Topical : tidak boleh diberikan lebih dari 7 hari
Merk
dagang :Benacol,
Bidryl, Fortusin, Ikadryl, Inadryl, Koffex, Licodril
Antihistamin generasi II :
·
Fexofenadine
Indikasi : Rhinitis alergi musiman,idiopatik
kronik ultikaria
Kontraindikasi : anak dibawah 6 tahun
Dosis :
Dewasa 120 mg satu kali sehari. Anak 6-12 tahun 30mg 2xsehari
Sediaan : Tablet 30mg,120mg,180mg
Efek samping :
mulut kering, nyeri perut, mual,sakit kepala,mengantuk
·
Cetirizine
Komposisi : Tiap kapsul mengandung cetirizine
dihidroklorida 10mg
Indikasi : untuk pengobatan perennial
rhinitis
Dosis : dewasa 1x/hari 1 kapsul
Anak > 12 tahun 1x/hari 1 kapsul
·
Loratadine
Indikasi :
untuk mengatasi gejala gejala rhinitis alergik, bersin bersin, pilek
Dosis : dosis oral
(tablet sirup)
Dewasa dan
remaja : 10mg/hari
Anak
anak6-12thun : 10mg/hari
Anak anak
2-5tahun : 5ml sirup sekali sehari
Efek samping :
tidak menunjukkan sifat sifat sedative yang secara klinis berarti rasa lelah
·
Tertanadine
Komposisis : tiap tablet mengandung
pseudoephedrine Hcl 30mg
Indikasi ; alergi
Kontraindikasi :
penderita dengan gangguan fungsi hati dan wanita hamil
Dosis : Dewasa dan
anak diatas 12 tahun 3x sehari 1 tablet
Efek samping : gangguan saluran cerna
mual , muntah
Gangguan susunan saraf pusat insomnia
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anti konvulsi adalah
obat yang di gunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epilec seizure). Bangkitan ini biasa di sertai kejang (konvulsi). Hiperaktivitas
otonom,gangguan sensoris atau psikis. Obat anti konvulsi di sebut juga obat anti-epilepsi. Epilepsi{berasal
dari bahasa Yunani berarti Kejang}atau di indonesia di kenal dngan penyakit
ayan.Ayan adalah penyakit yang menyerang saraf sehinggaa fungsi saraf terganggu
yang timbul secara tiba-tiba dan berkala,biasa nya di sertai perubahan
kesadaran.penyebab utama dari epilepsi adalah akibat adanya muatan listrik yang
cepat. Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja
histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1,
H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak
dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi.
3.2 Saran
Dari hasil kesimpulan
yang telah dikemukakan maka dapat diberikan saran-saran sebagai bahan masukan
bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian
obat anti diuretik guna menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga
dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan khususnya kesehatan ibu.
DAFTAR PUSTAKA
ISO
INDONESIA VOLUME 47
Wikipedia Indonesia
http://obatantihistamin.blogspot.com/2010/12/obat-antihistamin.html
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=393
http://habib.blog.ugm.ac.id/kuliah/histamin-dan-antihistamin/
http://milissehat.web.id/?p=1474
Langganan:
Postingan (Atom)